uploads/article/2023/09/ingin-jadi-food-reviewer--98889ae494cc86c.png

Ingin Jadi Food Reviewer? Perhatikan Hal-Hal Berikut Ini!

Dari banyaknya pekerjaan yang kini ditawarkan di internet, food reviewer atau food blogger menjadi salah satu profesi konten kreator yang kini banyak diincar oleh banyak orang. Nama-nama besar seperti Nex Carlos, Tanboy Kun, Ria SW, dan lain sebagainya menjadi contoh dari kesuksesan para food blogger.

Namun, belakangan ini muncul sebuah isu mengenai seorang food reviewer melawan food reviewer dan pemilik usaha makanan. Sebagai konteks, awal mula kisruh ini dimulai ketika food reviewer lain memberikan review jujur dan mendokumentasikan dirinya yang hanya diberi kantong plastik untuk membungkus makanan sisa yang tidak dihabiskan. Tidak terima dengan ‘review’ tersebut, pemilik warung makan tersebut melakukan klarifikasi dengang ‘berapi-api’. 

Sebenarnya, setelah klarifikasi tersebut, permasalahan sudah selesai. Namun, muncul sosok food reviewer lain yang melakukan ‘review’ dengan cara yang terbilang ‘kasar’. Dalam kasus ini, sebenarnya pemilik warung makan tersebut tidak memberikan respon apa-apa. Namun, sosok food reviewer lain justru mengkritik gaya review dari food reviewer tersebut dengan mengatakan cara penyampaiannya yang terkesan ‘kasar’.

BACA JUGA: SEBERAPA PENTING PERSONAL BRANDING?

Dengan adanya kasus ini, sebenarnya bagaimana sih etika mereview ataupun mengkritik suatu rumah makan?

Bedakan Jujur dan Kasar

Pada kenyataannya, kini banyak akun food blogger ataupun food reviewer yang mengatasnamakan review jujur sebagai dalih sikap kasar mereka terhadap suatu warung makan. Seringkali, banyak food reviewer yang secara blak-blakan memberikan hinaan atau roasting terhadap suatu warung makanan, tanpa memberikan kritik yang konstruktif.

Padahal, review jujur sangatlah berbeda dengan review kasar. Sebuah kejujuran tidak harus disampaikan dengan tata kata dan gaya bahasa yang merendahkan. Karena, bukannya sang pemilik warung makan merasa terbantu dengan kritik tersebut, mereka malahan merasa terhina atau tersindir atas review ‘jujur’ tersebut.

Penyampaian review dengan jujur sebenarnya dapat dilakukan dengan intonasi yang santai dan tidak merendahkan. Misal, memang makanan tersebut nyatanya undercooked atau memiliki kesalahan cara masak. Baik sebagai food reviewer maupun konsumen biasa, kita sebenarnya memiliki hak untuk meminta makanan baru untuk menggantikan makanan yang gagal tersebut. 

Selain itu, penyampaian kita pun bisa dilakukan dengan sopan dan ditujukan langsung ke pemilik rumah makan tersebut. Karena, pada kasus yang terjadi sekarang, banyak food reviewer yang bukannya memberikan kritik langsung kepada sang pemilik rumah makan, mereka malah menyampaikannya kepada penonton ataupun follower mereka. Sehingga, pemilik rumah makan pun akhirnya tidak mengetahui letak kesalahan mereka. 

Berikan Kritik yang Terstruktur

Salah satu hal yang harus digaris bawahi adalah, seringkali food reviewer memberikan reviewnya dengan sebatas enak atau tidak enaknya makanan tersebut. Sehingga, tidak ada deskripsi lebih lanjut yang menggambarkan sisi enak maupun tidak enak dari makan yang mereka coba. 

BACA JUGA: 7 REKOMENDASI SATE TAICHAN SE-JAKARTA!

Padahal, baik dari sisi pemilik usaha maupun follower mereka sangat membutuhkan informasi terkait makanan yang sedang dimakan oleh food reviewer tersebut. Namun, alih-alih memberikan deskripsi rasa yang jelas atau kritik yang terstruktur, banyak food reviewer yang hanya menggunakan kata-kata gimik sebagai identitas dari diri mereka. Sehingga, pada akhirnya yang mendapatkan keuntungan hanyalah food reviewer tersebut, baik follower maupun pemilik usaha tidak mendapatkan apa-apa.

Kesimpulan dari kasus kontroversi antara food reviewer dan pemilik warung makan adalah pentingnya menjaga etika dalam mereview dan mengkritik suatu rumah makan. Beberapa poin penting yang perlu diingat adalah:

1. Bedakan Jujur dan Kasar: Review jujur tidak harus disampaikan dengan kata-kata kasar atau merendahkan. Kritik yang membangun lebih efektif daripada hinaan atau roasting terhadap warung makan. Penyampaian yang santai dan tidak merendahkan lebih tepat.

2. Penyampaian Langsung: Lebih baik jika kritik atau masukan disampaikan langsung kepada pemilik warung makan daripada diungkapkan kepada penonton atau follower. Ini memberikan kesempatan kepada pemilik usaha untuk memperbaiki kualitas makanan dan layanan mereka.

3. Berikan Kritik yang Terstruktur: Review yang informatif dan terstruktur lebih bermanfaat bagi pemilik warung makan dan pembaca. Memberikan deskripsi rasa yang jelas dan kritik yang konstruktif membantu pemilik usaha untuk meningkatkan kualitas produk mereka.

4. Hindari Kata-kata Gimmick: Sebagai food reviewer, hindari menggunakan kata-kata gimmick sebagai identitas diri. Fokuslah pada memberikan informasi yang berguna dan jujur kepada pengikut Anda, bukan hanya mencari perhatian dengan kata-kata dramatis.

Dengan menjaga etika dalam mereview dan mengkritik, food reviewer dapat memberikan kontribusi yang lebih positif terhadap industri makanan dan membantu pemilik warung makan untuk meningkatkan kualitas produk mereka.(*/)

(RRY)

banner