Influencer, sebuah sebutan untuk orang yang memiliki pengaruh besar terhadap masyarakat baik pengaruh baik maupun buruk. Influencer yang kita kenal bisa berbagai macamnya, ada selebgram, selebtweet, youtuber, dan bahkan kita juga mengenal yang namanya selebtok.
Dan akhir-akhir ini, muncul berbagai influencer problematik yang meresahkan masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah sosok Tiktoker yang mengunggah konten ‘cabul’ yang dianggap menistakan salah satu agama yang akhirnya berujung ke kepolisian.
Dari sini, muncul sebuah pertanyaan. Mengapa akhirnya influencer-influencer ini seringkali membuat drama? Apakah karena mereka memang suka drama? Atau justru kita sebagai penonton yang menyukai drama?
BACA JUGA: Seberapa Penting Personal Branding?
Asal-Usul Influencer
Kita mungkin mengenal influencer sebagai seseorang yang memiliki jumlah follower yang terbilang banyak dan memiliki pengaruh besar di masyarakat. Tapi sebenarnya asal muasal influencer menurut Nisa Kurnia Ilhati selaku dosen Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga adalah sebuah alat propaganda yang dilakukan oleh Adolf Hitler untuk menyebarkan doktrin Nazi melalui Menteri Propaganda Joseph Goebbels.
Dari situ makna influencer pun terus berkembang. Ketika dunia industri berkembang sosok influencer mulai masuk ke dunia industri dan konsumerisme. Dan memasuki era digitalisasi di tahun 1990an para influencer mulai menciptakan pasarnya sendiri, mereka mampu melihat segmentasi pasar yang sesuai dengan mereka. Dan akhirnya di tahun 2009, berkembangnya internet membuat para influencer mampu memilih platform apa yang akan mereka singgahi.
Sebenarnya dari penjelasan yang kita kenal sekarang dan penjelasan influencer di zaman dulu punya kesamaan. Keduanya, sama-sama memiliki fungsi untuk menyebarkan suatu pengaruh terhadap masyarakat tertentu.
Influencer di Indonesia
Influencer di Indonesia sendiri nyatanya sudah dianggap sebagai pekerjaan tetap. Selain memberikan pengaruh, nyatanya menjadi influencer juga mendatangkan pundi-pundi keuntungan yang besar juga jadi ga heran kalau banyak orang yang memiliki cita-cita untuk menjadi seorang influencer.
Tentu sebagai masyarakat kita menginginkan suatu pengaruh yang bersifat positif, makanya kita cenderung menyukai influencer-influencer yang setidaknya dapat memberikan nilai positif dalam kehidupan kita. Berbagai macam influencer yang memberikan nilai positif bisa kita jumpai di berbagai platform media sosial.
Influencer secara tidak langsung sudah menjadi sosok yang ideal dan membentuk standar ideal dalam berbagai aspek. Sehingga, banyak dari masyarakat kita yang mengidolakan sosok influencer dengan alasan kesamaan sifat, sosok dan pengalaman.
Selain itu, keberagaman influencer yang kita miliki juga memudahkan kita sebagai audiens memilih mana influencer yang cocok untuk kita ikuti dan mana yang tidak perlu kita ikuti.
Misal, kalian adalah orang yang suka makan dan jalan-jalan, kalian bisa nonton food vlogger seperti Tanboy Kun, Nex Carlos, Mamank Kuliner, dan berbagai food vlogger lainnya.
BACA JUGA: Mengapa Gen Z Harus Melakukan Detox Media Sosial
Atau misal kalian suka main game, kalian bisa nonton streaming Windah Basudara atau Reza Arap Gamers Ganteng Idaman atau gamers-gamers lainnya. Atau kalian suka otomotif, kalian bisa nonton konten dari Fitra Eri, Motomobi, dan influencer-influencer otomotif lainnya.
Para influencer ini hadir memberikan berbagai macam pilihan informasi sesuai dengan keahlian mereka masing-masing. Dengan, adanya hal tersebut kita sebagai audiens dengan mudah bisa memilah konten apa yang sesuai dengan kita.
Akan tetapi, sebagaimana yang sudah dijelaskan di awal, para influencer ini bisa saja memberikan pengaruh baik maupun buruk. Dan secara ga sadar kita sebagai audiens seringkali justru menikmati konten yang ga pengen kita nikmati.
Pro-Kontra Influencer
Nyatanya masih ada influencer yang justru lebih menjual sensasi dan drama dibandingkan konten informatif yang mengedukasi. Kita sebagai audiens pun sebenarnya tahu kalau konten kaya gitu ga perlu untuk dinikmati dan lebih baik di skip aja.
Tapi secara ga sadar, kita seringkali justru menikmati dan memberikan promosi gratis bagi influencer problematik. Kalau kita make analogi warteg lagi, misal kita tau ada makanan yang udah pasti ga enak, tapi karena penasaran akhirnya kita pilih coba dan ternyata hasilnya sesuai sama ekspektasi kita, ya ga enak.
Begitupun dengan apa yang kita lakukan dalam pemilihan konten yang akan dikonsumsi. Kita tahu bahwa influencer ini bermasalah dan punya banyak drama. Tapi karena kepo dengan drama tersebut secara ga sadar kita justru menikmati drama tersebut.
Sesederhana kita nonton dan kasih dislike ke konten si influencer tersebut. secara ga langsung kita sudah membantu influencer tersebut untuk dapetin views yang mereka mau. Meskipun kita sebagai audiens memberikan dislike tapi ya tetap, hitungannya kita udah nonton dan nikmati drama tersebut.
BACA JUGA: Fenomena TikTok: Ketika Semua Lagu Diremix Jedag-Jedug
Kita sebagai audiens punya filter masing-masing buat milih konten mana yang bisa kita konsumsi dan mana yang ga perlu kita konsumsi. Dan sebagai audiens juga kita ga punya hak untuk ngatur-ngatur influencer-influencer ini buat ngelakuin hal yang kita mau. Karena balik lagi, influencer-influencer ini beragam dan punya kemampuannya masing-masing. Kalau kita mau nonton apa yang kita mau, kita bisa cari influencer lain yang kontennya sesuai dengan yang kita cari.
Ketika kita terlalu fokus menghujat drama influencer problematik, banyak dari influencer yang punya konten positif kehilangan penonton mereka, dan justru mereka yang problematik bisa nyeka keringat menggunakan uang adsense hasil drama yang kita hujat secara terus menerus. Secara ga langsung justru kita mematikan para influencer-influencer yang punya konten bagus ini.
Tapi di lain sisi, para influencer pun harus tau kalau mereka adalah sosok ideal bagi para penontonnya. With great followers count comes great responsibility, influencer adalah sosok yang memberikan pengaruh jadi segala macam tingkah laku yang kalian lakukan, secara ga langsung bisa aja mempengaruhi penonton kalian.
Para influencer secara ga langsung juga memikul beban tanggung jawab yang besar, karena secara langsung, kalian adalah sosok role model untuk beberapa penonton kalian.
Hubungan antara influencer dan audiens ga akan pernah mati sampai akhirnya keduanya memutuskan untuk berhenti untuk menjadi sosok ideal sesuai yang mereka mau. Bisa aja di tengah jalan influencer yang kontennya kita nikmati bisa aja berubah kontennya. Kita sebagai penonton ga bisa nuntut apa-apa, itu bukan hak kita. Yang bisa kita lakuin ya cari influencer sesuai konten yang ingin kita nikmati. Pun begitu untuk para influencer, konten yang kalian buat akan berpengaruh terhadap respon yang nantinya diberikan sama audiens kalian, bisa aja respon positif atau ya hujatan.