Sobat Gen tentunya pernah mendengar kalimat yang mengatakan,’cowok nggak boleh nangis”. Ironisnya, yang biasanya mengucapkan kalimat tersebut adalah para cowok juga. Berbagai alasan mereka keluarkan, mulai dari cowok akan terlihat cemen kalau nangis, cowok itu pemimpin jadi nggak boleh menangis, dan lain sebagainya.
Anggapan cowok nggak boleh nangis tentu anggapan yang keliru. Menangis pada dasarnya merupakan luapan emosi seseorang ketika sudah terlampau terlalu sedih, sehingga menangis merupakan suatu hal yang wajar ketika kita tidak dapat menahan rasa sedih.
Anggapan cowok nggak boleh menangis ini bisa disebut sebagai bentuk dari toxic masculinity.
BACA JUGA: Kenapa Cowok Jarang Curhat?
Apa Itu Toxic Masculinity?
Toxic masculinity sendiri merupakan istilah yang merujuk kepada anggapan mengenai maskulinitas yang berlebihan dan negatif. Salah satu bentuknya tentunya adalah anggapan cowok nggak boleh nangis ini.
Mengutip dari Journal of Psychology, toxic masculinity pada dasarnya merupakan sifat maskulin dalam konstruksi sosial yang digunakan untuk mendorong kekerasan, dominasi, dan merendahkan perempuan.
Dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh norma-norma patriarki, gambaran tentang apa yang dianggap sebagai maskulinitas pada pria sering kali diperbesar.
Situasi ini menghasilkan fenomena toksik dalam maskulinitas, seperti ketidakbenaran bagi pria untuk mengekspresikan kesedihan dan kerentanannya, karena pria diharapkan selalu berperan sebagai individu yang kuat dan tahan dalam segala situasi.
Biasanya, pola perilaku toksik ini diajarkan kepada anak-anak dan remaja. Mereka diberitahu untuk menjadi "lelaki sejati" dengan menahan ekspresi emosi mereka.
Dalam konteks budaya yang menganut patriarki, ada tekanan yang mendalam bagi pria untuk merasa lebih superior daripada perempuan. Ada stigmatisasi terhadap pria yang menunjukkan emosi, seringkali dengan menggunakan kata-kata merendahkan seperti "bencong".
Dampak Toxic Masculinity
Stereotipe dalam masyarakat yang mengikuti norma-norma patriarkis menuntut bahwa pria harus selalu menunjukkan kekuatan. Kadang-kadang, pria seringkali menahan permasalahan mereka sendiri.
Mereka juga mungkin kesulitan untuk mengungkapkan emosi mereka. Sementara menurut psikologi, salah satu kunci untuk hidup sehat adalah berkomunikasi dengan tepat tentang pemikiran dan perasaan.
BACA JUGA: 3 Alasan Kenapa Cowok Harus Pake Skin Care!
Tuntutan ini bisa membuat pria lebih rentan terhadap stres dan depresi. Dalam beberapa situasi, seperti kekerasan seksual terhadap pria, korban seringkali memilih untuk tidak berbicara.
Laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual mungkin tidak berani untuk berbicara karena takut tidak dianggap sebagai pria sejati, karena mengalami kekerasan seksual dianggap bertentangan dengan konsep maskulinitas.
Dampak lainnya adalah peningkatan kasus kekerasan seksual. Ini karena toksik dalam maskulinitas selalu ingin menempatkan diri lebih tinggi daripada perempuan.
Oleh karena itu, toksik dalam maskulinitas dapat mendorong ketidaksetaraan gender yang, pada gilirannya, dapat meningkatkan angka kasus kekerasan seksual.
Menangis Adalah Hak Semua Orang
Pada dasarnya, larangan terhadap cowok untuk tidak boleh menangis merupakan hal yan terlalu mengada-ngada. Setiap manusia, mau cowok atau cewek, tua atau muda, kaya atau miskin, memiliki hak untuk menangis. Karena, kembali lagi, menangis merupakan luapan emosi yang harus dikeluarkan. Ketika seseorang menahan rasa sedihnya dengan tidak menangis, tentunya output ke keadaan mental mereka akan buruk. Karena, mereka memendam rasa sedih mereka.
Dengan demikian, perilaku toxic masculinity dengan mengatakan, ‘cowok nggak boleh nangis.” merupakan hal yang keliru. Karena, pada dasarnya semua orang harus menangis. Karena menangis adalah luapan emosi sesaat, sama seperti tertawa ketika kita merasa bahagia.(*/)
(RRY)