Sobat Gen, kalian pastinya pernah melihat akun-akun di media sosial yang menggunakan display picture atau foto profil berupa karakter anime, meme, ataupun idol K-Pop kan? Bahkan, selain tidak menggunakan foto asli sebagai foto profil akun media sosial mereka, nggak jarang akun-akun ini pun tidak menggunakan nama asli mereka sebagai username ataupun memberikan informasi pribadi di akun media sosialnya.
Akun-akun seperti ini biasa dikenal sebagai akun anonim. Sama seperti namanya, akun anonim biasanya tidak akan menggunakan informasi pribadinya di media sosial, dan bahkan enggan mengumbar kegiatan pribadinya di media sosial.
Jika umumnya Sobat Gen menggunakan media sosial sebagai wadah bersosialisasi dengan teman, keluarga, dan relasi lainnya, para akun anonim ini cenderung ‘bersosialisasi’ sebagai sosok yang anonim.
Tetapi, seringkali identitas diri dari para pemilik akun anonim ini terbongkar oleh akun lain yang merasa tidak senang dengan keberadaan akun anonim tersebut. Hal ini biasa disebut dengan doxing.
BACA JUGA: Mengenal Cancel Culture: Budaya Media Sosial yang Penuh Pro-Kontra
Apa Itu Doxing?
Doxing, atau doxing (disingkat dari "dokumen"), adalah tindakan yang dilakukan di dunia maya yang melibatkan penelitian dan penyebaran informasi pribadi secara publik, termasuk data pribadi, tentang seseorang atau sebuah organisasi. Metode ini mencakup pencarian data yang tersedia untuk umum dan profil sosial media (seperti Facebook, Instagram, Twitter, dan lainnya), upaya meretas, serta manipulasi sosial. Tindakan ini sering terkait dengan aktivitas seperti vigilantisme internet dan hacktivisme.
Sederhananya, doxing adalah tindakan membuka identitas seseorang di media sosial. Doxing sendiri seringkali dijadikan sebagai sebuah alat untuk mengancam seseorang, seperti yang dilakukan oleh jasa-jasa pinjol ilegal guna menekan korbannya untuk membayar hutang. Selain itu, doxing pun seringkali digunakan untuk mengancam orang-orang yang dirasa memiliki pendapat yang berlawanan dengan orang yang dirasa memiliki kuasa.
Pada akhirnya, doxing merupakan tindakan yang melanggar hukum karena menyebarkan privasi seseorang. Sehingga, untuk mereka yang menjadi pelaku doxing akan dikenakan ancaman pidana berdasarkan Pasal 45 Ayat (1) UU ITE dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan juga denda sebesar Rp1.000.0000 (satu miliar rupiah).
Bentuk Kejahatan Doxing
Doxing seringkali digunakan untuk menekan orang-orang untuk melakukan sesuatu atau apabila orang tersebut melakukan kesalahan di dunia maya. Doxing singkatnya merupakan bentuk ancaman agar orang-orang yang dianggap ‘bersalah’ untuk mengakui ‘kesalahan’ yang mereka perbuat. Dengan demikian, meskipun orang yang di-doxing memang bersalah, ‘menghukum’ orang tersebut dengan tindakan doxing pun tetap menyalahi hukum yang ada.
BACA JUGA: Catcalling: Ketika Pelecehan Seksual justru Dianggap sebagai Hal Normal
Dampak dari doxing pun tidak jarang mengancam para korbannya untuk kehilangan pekerjaannya. Tidak jarang, perusahaan tempat korban doxing pun enggan menerima korban doxing karena dianggap merusak citra perusahaan. Sehingga, korban doxing seringkali dipecat dan nama mereka tercoreng.
Sehingga, bisa dibilang doxing memberikan dampak secara materil maupun immateril. Secara materil, kehilangan pekerjaan tentunya menghilangkan rezeki yang seharusnya mereka dapatkan. Secara imateril, nama baik korban doxing seringkali tercoreng, meskipun memang apa yang mereka ucapkan di media sosial salah.
Jangan Doxing!
Sekesal-kesalnya Sobat Gen dengan akun anonim, atau orang lain di media sosial, sebisa mungkin hindari tindakan doxing. Sederhananya, apa yang ada di media sosial harusnya tetap berada di media sosial. Terlebih, apabila perdebatan terjadi murni hanya karena kesalahpahaman dan perbedaan pendapat saja, rasanya tindakan doxing terlalu berlebihan untuk dilakukan. (*/)
(RRY)