Film horror nggak bisa diragukan lagi sebagai genre film favorit masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan film terlaris di Indonesia adalah film horor berjudul ‘KKN di Desa Penari”.
Kepopuleran film horror di Indonesia pun selalu menciptakan momen-momen ikonik di dalamnya. Mulai dari Suzana di era film horror 1980-1990an, horor dari kisah-kisah rakyat seperti ‘Jailangkung’,atau ‘Kuntilanak Merah’ di tahun 2000an, horor berbalut ‘porno’ di tahun 2010an, dan kini horror-horror modern yang mengandalkan visual.
Dari adanya momen-momen ikonik tersebut, rasa horror di tahun 2010an memiliki daya pikatnya tersendiri. Film horor dengan unsur ‘porno’ nyatanya mampu memikat masyarakat Indonesia untuk menonton film esek-esek berbau horor tersebut.
Maka dari itu, sebenarnya apa yang menjadi alasan production house akhirnya seringkali membuat film horror dengan bau horror?
Sudah Diterapkan Sejak Dulu
Pada kenyataannya, film horor dengan bumbu ‘porno’ sebenarnya sudah diterapkan sejak era 80-90an. Bahkan, muncul istilah-istilah seperti ‘bomseks’ yang merujuk ke artis-artis yang menjadi ‘simbol seks’ di Indonesia.
Nama seperti Suzana, Kiki Fatmala, dan lain sebagainya menjadi bomseks Indonesia di era tersebut. Sehingga, pada akhirnya penggunaan bumbu ‘porno’ pada film-film porno terus dilanjutkan ke era-era selanjutnya.
Mulai dari tanggal 3 Oktober 1966, Menteri Penerangan, Burhanuddin Mohammad Diah, mengumumkan sebuah kebijakan yang mengizinkan film-film impor masuk ke Indonesia tanpa batasan. Tujuannya adalah untuk menghidupkan kembali industri perfilman Indonesia dan memberikan hiburan yang terjangkau kepada masyarakat. Akibat dari kebijakan ini, film-film Amerika Serikat mulai mengalir ke bioskop-bioskop di Indonesia.
BACA JUGA: 3 Alasan Masyarakat Indonesia Menyukai Film Horor
Impor film juga menjadi salah satu strategi pemerintahan Soeharto untuk memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia. Namun, ternyata sebagian besar film Hollywood yang diimpor pada masa itu mengandung unsur kekerasan dan adegan seks.
Pada tahun 1970-an, unsur-unsur seks menjadi populer dalam pembuatan film. Dari sinilah, dunia perfilman Indonesia mulai mengenal istilah baru, seperti film seks dan "bombseks."
Mengenai siapa yang pertama kali memperkenalkan "bombseks" di Indonesia, beberapa sumber di dunia maya Indonesia menyepakati bahwa Nurnaningsih adalah pelopor dalam sejarah film "bombseks" di Indonesia. Konon, Nurnaningsih pernah tampil dalam adegan setengah bugil dalam film Harimau Tjampa (1954).
"bombseks" dan adegan panas menjadi cara efektif bagi pembuat film jaman dulu untuk bersaing dengan film-film impor yang juga mengandung unsur seks dan kekerasan. Inilah yang kemudian menjelaskan mengapa film-film Indonesia dari masa lalu seringkali mencakup unsur pornografi.
Menjual
Pada akhirnya, apabila terdapat hal yang sejak dulu sudah diterapkan dan masih diberlakukan hingga sekarang, maka hal tersebut tentunya diminati oleh banyak orang.
Dengan demikian, pada kenyataannya, film horor dengan bumbu ‘porno’ nyatanya memiliki peminatnya tersendiri di Indonesia. Mereka yang menonton film horor bahkan bisa dibilang menonton film horor bukan karena mencari rasa takut, melainkan hal lainnya.
BACA JUGA: Talk To Me: Film Horor dengan Cerita Klasik yang Mampu Membuat Penonton Ketakutan
Belum lagi, banyak PH yang membuat film horor dengan menggunakan gimik-gimik seperti mengundang bintang film porno luar untuk bermain di film mereka. Sehingga, pada akhirnya, daya tarik yang mereka jual adalah bintang pornonya, bukan film horornya.
Dengan demikian, pada akhirnya film horor dengan bumbu ‘porno’ akan tetap ‘termakan’ oleh masyarakat Indonesia. Karena, sejak dulu memang sudah menjadi budaya yang terus dilestarikan.
Meskipun begitu, film horor di Indonesia di era sekarang bisa dibilang sudah jauh dari bumbu ‘porno’ dan lebih mengedepankan cerita, cast, dan juga visual yang mampu memanjakan sekaligus membuat tegang masyarakat Indonesia.(*/)
(RRY)