Dari berbagai genre film yang ada, nyatanya film horor selalu menjadi genre favorit masyarakat Indonesia.
Bicara mengenai perfilman Indonesia, salah satu genre film yang rasanya selalu dicintai oleh masyarakat Indonesia adalah horor. Mau sebagus apapun atau sehancur apapun film horor tersebut, entah mengapa genre film horor selalu menjadi genre yang paling diminati oleh masyarakat Indonesia.
Tentunya, hal ini dapat dibuktikan dengan berbagai data. Film terlaris di Indonesia saat ini adalah KKN di Desa Penari dengan jumlah penonton sebanyak 10 juta penonton.
Selain itu, film horor di Indonesia pun memiliki era tersendiri pula. Mulai dari horor di era Suzzanna di periode 80-90an. Kemudian era film horor semi porno yang kerap kali memberikan adegan ‘cabul’, dan kini era horor yang mengangkat kisah-kisah nyata atau urban legend dari berbagai daerah.
Rasanya, film horor di Indonesia tidak ada habisnya. Padahal, genre film seringkali berubah-ubah. Namun, pada akhirnya genre horor di Indonesia selalu populer dan memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat Indonesia.
BACA JUGA: Generasi Z dan Peran Media Sosial: Antara Tantangan dan Peluang
Berikut ini, berbagai alasan mengapa pada akhirnya masyarakat Indonesia menyukai film horor:
Orang Indonesia Menyukai Hal Horor
Alasan pertama adalah, masyarakat Indonesia memiliki minat yang besar terhadap hal-hal yang memiliki unsur supranatural. Mulai dari fenomena paranormal, praktik ilmu hitam, individu berkekuatan indigo, hingga segala aspek yang bersifat supranatural, semuanya selalu menarik perhatian masyarakat Indonesia. Bahkan dalam beberapa konteks fenomenal, banyak di antara mereka yang langsung menghubungkannya dengan unsur-unsur supranatural.
Ketika membahas tentang film horor Indonesia, sudah pasti kita akan fokus pada elemen-elemen yang bersifat supranatural. Pasalnya, perfilman horor Indonesia cenderung lebih memilih untuk memanfaatkan figur makhluk halus atau entitas jahat dari dunia mistis sebagai sumber ketakutan, berbeda dengan film horor Barat yang sering mengangkat tokoh antagonis berupa pembunuh berantai.
Bermula dari perspektif tersebut, film-film horor Indonesia akhirnya mendapatkan perhatian yang lebih besar dari masyarakat Indonesia. Sebab, sejak lama masyarakat Indonesia telah memiliki ketertarikan terhadap aliran horor dan unsur-unsur supranatural, sehingga antusiasme mereka terhadap produksi film horor dalam negeri menjadi lebih tinggi.
Masyarakat Indonesia Erat dengan Hal Supranatural
Kecenderungan masyarakat Indonesia terhadap unsur supranatural terhubung erat dengan keberadaan budaya yang kaya di dalamnya. Banyak nilai budaya tradisional Indonesia yang memiliki ikatan dengan hal-hal supranatural. Selain dari segi kebudayaan dan adat istiadat, Indonesia juga memiliki banyak legenda perkotaan dan cerita rakyat. Kekayaan ini menjadi landasan utama dalam produksi film-film horor di Indonesia. Banyak dari film horor Indonesia yang memanfaatkan landasan budaya, legenda perkotaan, dan cerita rakyat ini dalam premis dan plotnya.
Contohnya seperti film "KKN di Desa Penari" yang muncul dari unggahan di Twitter, tetapi jika dianalisis lebih mendalam, banyak unsur di dalam film tersebut yang sangat terkait dengan identitas budaya masyarakat Indonesia. Mulai dari praktik KKN, tarian adat, hingga pantangan atau larangan yang dianggap tabu.
BACA JUGA: 5 Tren Musik yang Hadir di Indonesia
Dengan mengadopsi elemen-elemen yang berakar pada kebudayaan atau cerita yang melekat dalam masyarakat Indonesia, film-film tersebut menciptakan kedekatan yang kuat dengan penonton lokal. Hal ini menghasilkan rasa keterikatan yang lebih dalam, terutama karena penonton merasa bahwa cerita tersebut memahami realitas mereka secara lebih intim. Terutama jika cerita tersebut berdasarkan pada unsur-unsur budaya yang mereka kenal dan anuti.
Gimmick Film Horor
Film-film horor Indonesia tak bisa dilepaskan dari penggunaan strategi pemasaran yang sering disebut sebagai gimmick. Gimmick disini merujuk pada upaya dari rumah produksi untuk mengundang minat masyarakat Indonesia dalam menonton karya mereka.
Beberapa contoh gimmick telah dijelaskan pada poin sebelumnya, termasuk mengangkat cerita adat atau budaya lokal, serta legenda perkotaan atau cerita rakyat dengan sentuhan "kisah nyata" sebagai elemen yang mendorong minat penonton.
Gimmick lain yang umum diterapkan adalah dengan membagikan pengalaman mengerikan yang terjadi selama proses produksi film. Saat melakukan promosi, para aktor, sutradara, dan anggota kru seringkali menceritakan pengalaman horor yang mereka alami. Meskipun berfungsi sebagai berbagi pengalaman, hal ini juga menjadi materi promosi.
BACA JUGA: Mengapa Gen Z Harus Melakukan Detox Media Sosial
Dikarenakan cenderung tertarik pada hal-hal supranatural, masyarakat Indonesia akan semakin terpikat dengan elemen "nyata" yang terjalin dalam produksi film horor. Faktor ini menjadi daya tarik yang membuat film semakin menarik bagi penonton.
Selain itu, beberapa film Indonesia juga kerap menggunakan gimmick adegan kesurupan dalam upaya promosi. Namun, pendekatan ini terkadang bisa berlebihan dan justru membuat beberapa penonton menjadi kurang berminat untuk menontonnya.
(RRY)