Nggak ada yang lebih sulit dari hidup menjadi seorang Gen Z. Keberadaan Gen Z di Indonesia seringkali dianggap remeh dan diberikan label stereotip yang menggeneralisir pada Gen Z. Gen Z di Indonesia bisa dibilang menjadi ‘samsak’ para generasi sebelumnya yang merasa kehidupan yang mereka miliki jauh lebih keras dibandingkan para Gen Z
Gen Z pada dasarnya merupakan klasifikasi generasi untuk mereka yang lahir di tahun 1997 - 2012. Namun, lucunya beberapa anak 90an yang lahir di tahun 1997 ke atas seringkali menganggap diri mereka bukanlah Gen Z karena lahir di tahun 90-an.
Gen Z di Indonesia sendiri nyatanya seringkali mendapatkan stereotip-stereotip di berbagai sektor. Mulai dari dianggap lemah/lembek, tidak bisa kerja, terlalu terpaku pada media sosial, dan lain sebagainya. Sederhananya, Gen Z di Indonesia selalu menjadi sasaran empuk untuk disalahkan.
Padahal, pada kenyataannya stereotip-stereotip yang diberikan terhadap Gen Z ini tidak sepenuhnya benar. Dan berikut ini, stereotip-stereotip yang melekat pada Gen Z yang seringkali ‘dikritik’ oleh generasi di atas Gen Z.
BACA JUGA: Kenapa Sih Kita Suka Bergosip?
Punya Mental Lemah
Salah satu stereotip yang melekat pada Gen Z adalah mental yang lemah. Stereotip ini terlahir karena banyaknya Gen Z yang speak up mengenai kondisi mental mereka di media sosial. Memang, nggak jarang para Gen Z ini terlihat melakukan self diagnosed, namun apakah hal tersebut serta-merta membuat Gen Z layak dianggap memiliki mental yang lemah?
Dibandingkan menganggap Gen Z memiliki mental yang lemah, rasanya menganggap Gen Z sebagai generasi yang sadar akan kesehatan mental jauh lebih masuk akal. Adanya anggapan Gen Z memiliki mental yang lemah mungkin disebabkan isu kesehatan mental masih dianggap tabu di era generasi-generasi sebelumnya. Sehingga, ketika terdapat Gen Z yang mampu speak up mengenai kesehatan mentalnya, para generasi yang merasa lebih senior ini kaget.
Fokus di Dunia Maya Dibanding Dunia Nyata
Stereotip ini pada dasarnya nggak bisa hanya ditargetkan kepada Gen Z saja. Karena, nyatanya generasi-generasi sebelumnya pun kini mulai fokus terhadap kehidupan di dunia maya dibandingkan dunia nyata.
Pada dasarnya, akses menuju internet yang mana menjadi rumah dari dunia maya di era sekarang sangatlah mudah. Sehingga, stereotip terhadap Gen Z terkait kehidupan di dunia maya bukan serta merta disebabkan oleh Gen itu sendiri. Internet di era Gen Z pada kenyataannya jauh lebih cepat dan lebih baik dibandingkan di era generasi sebelumnya, dan cara terbaik untuk memanfaatkan internet tersebut adalah dengan mengakses segala fitur yang ada untuk menunjang kehidupan kita.
Lagipula, interaksi di dunia maya pun kini hampir mirip dengan interaksi di dunia nyata. Meskipun tidak bertemu secara fisik, kita tetap dapat melihat muka orang yang sedang berinteraksi dengan kita.
BACA JUGA: Jangan Ngaku Fans, Kalau Masih Pake Kaos Band Bootleg!
Nggak Bisa Kerja
Sebenarnya, dari sekian banyaknya stereotip yang diberikan terhadap Gen Z, stereotip mengenai Gen Z tidak bisa bekerja adalah yang paling tidak masuk akal. Pada dasarnya, skills yang dimiliki untuk menunjang pekerjaan sangatlah subjektif, penilaiannya tidak dapat dinilai dari generasi apa kita terlahir. Karena, kalau dilihat di era sekarang, banyak dari Gen Z yang sudah memiliki posisi strategis di berbagai sektor pekerjaan.
Baik Gen Z ataupun generasi sebelumnya pada dasarnya memiliki cara kerjanya masing-masing. Dan cara kerja tentunya sangatlah subjektif dan menyesuaikan dengan kenyamanan individu. Sehingga, menggeneralisir semua Gen Z nggak bisa kerja adalah hal yang keliru.
Pada akhirnya, stereotip yang melekat pada Gen Z ini bisa dibilang merupakan kesalahpahaman para generasi sebelumnya terhadap Gen Z. Sederhananya, Gen Z yang hidup di era yang lebih ‘mudah’ dapat memanfaatkan hal tersebut untuk meningkatkan kualitas dirinya. Di sisi lain, para generasi sebelumnya sudah seharusnya dapat adaptif dengan perkembangan era yang terus terjadi. Jangan melulu menuntut segala hal sesuai dengan era mereka hidup.(*/)
(RRY)